Sabtu, 09 Mei 2015

Tugas Bidan di Komunitas

Tugas dan Tanggung Jawab Bidan di Komunitas

A.    TUGAS UTAMA BIDAN DI KOMUNITAS


1.         Pelaksana asuhan atau pelayanan kebidanan
a.       Melaksanakan asuhan kebidanan dengan standar profesional.
b.      Melaksanakan asuhan kebidanan ibu hamil normal dengan komplikasi, patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
c.       Melaksanakan asuhan ibu bersalin normal dengan komplikasi, patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
d.      Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal dengan komplikasi, patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
e.       Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dan menyusui normal dengan komplikasi, patologis dan resiko tinggi dengan melibatkan klien/keluarga.
f.       Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan klien/keluarga.
g.      Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita atau ibu dengan gangguan sistem reproduksi dengan melibatkan klien/keluarga.
h.      Melaksanakan asuhan kebidanan komunitas melibatkan klien/keluarga.
i.        Melaksanakan pelayanan keluarga berencana melibatkan klien/keluarga.
j.        Melaksanakan pendidikan kesehatan di dalam pelayanan kebidananan

2.      Pengelola pelayanan KIA/KB.
a.       Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerjanya dengan melibatkan keluarga dan masyarakat.
b.      Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan program sektor lain diwilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, dan tenaga kesehatan lain yang berada diwilayah kerjanya.

3.      Pendidikan klien, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan.
Melaksanakan bimbingan/penyuluhan, pendidikan pada klien, masyarakat dan tenaga kesehatan termasuk siswa
bidan/keperawatan, kader, dan dukun bayi yang berhubungan dengan KIA/KB.

4.      Penelitian dalam asuhan kebidanan.
Melaksanakan penelitian secara mandiri atau bekerjasama secara kolaboratif dalam tim penelitian tentang askeb.



B.     TUGAS TAMBAHAN BIDAN DI KOMUNITAS

1.      Upaya perbaikan kesehatan lingkungan.
2.      Mengelola dan memberikan obat - obatan sederhana sesuai dengan kewenangannya.
3.      Survailance penyakit yang timbul di masyarakat.
4.      Menggunakan tehnologi tepat guna kebidanan.

Plasenta Previa


A.    Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Dikenal 4 klasifikasi dari plasenta previa:
·       Plasenta previa totalis: plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
·      Plasenta previa lateralis: plasenta menutupi sebagian dari ostium uteri internum
·      Plasenta previa marginalis: tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium uteri internum
·      Plasenta letak rendah: plasenta berada 3 – 4 cm pada tepi ostium uteri internum

B.     Etiologi
Belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara, primigravida tua, bekas seksio sesaria, bekas aborsi, kelainan janin, leioma uteri.

C.    Patofisiologi
Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus robek lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tak dapat dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti plasenta normal.

D.    Manifestasi Klinis
·      Anamnesa
Ø  Pendarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab.
Ø  Terutama pada multigravisa pada kehamilan setelah 20 minggu.
·      Pemeriksaan Fisik:
Ø  Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul.
Ø  Pemeriksaan inspekulo: pendarahan berasal dari ostium uteri eksternum.

E.     Pemeriksaan Penunjang
·      USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta
·      Pemeriksaan darah: hemoglobin, hematokrit

F.     Penatalaksanaan
·      Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
·      Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan rongga perut (misal batuk, mengendan karena sulit buang air besar).
·      Pasang infus NaCl fisiologis, bila tidak memungkinakan beri cairan peroral.
·      Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipetensi atau syok akibat pendarahan.
·      Bila terjadi renjatan, segera lakukan pemberian cairan dan tranfusi darah.
·      Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya pendarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa.
·      Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak pendarahan dan menyebabkan infeksi.

1.    Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/ TBF kurang 2500 gram
Ø  Pendarahan sedikit
ü  Keadaan ibu dan anak baik anak biasanya penanganan konservatif sampai umur kehamilan aterm.
ü  Tirah baring
ü  Adona 1-2 x 100 mg/ hari
ü  Drip Duvadilan ( D5 ) 2 ampul 8-10 tetes/ menit (12 jam observasi).
ü  Bila darah berkurang dilanjutkan dengan Duvadilan 2 x ½ tablet/ hari dan dilanjutkan dengan USG, tetapi bila darah tetap maka dilanjutkan drip seperti yang diatas.
ü  Bila selama 3 hari tidak ada pendarahan pasien mobilisasi bertahap.
ü  Bila setelah pasien berjalan tetap tidak ada pendarahan pasien boleh pulang.
ü  Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika terjadi pendarahan. Ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis lasenta previa dengan USG namun tidak mengalami pendarahan.
Ø  Jika pendarahan banyak dan diperkirankan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan
ü  Pemberian cairan RL.
ü  Adona IV 100 mg.
ü  Vitamin K 1 ampul IM.
ü  Kalmetason 1 ampul.
ü  Siapkan operasi seksio sesar

2.    Bila umur kehamilan 37 minggu/ lebih dan TBF 2500 gram
Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara pervaginam/ per abdominal.
Ø  Persalinan pervaginam diindikasikan pada plasenta previa marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 sm/ lebih.
Ø  Pada kasus tersebut bila tidak banyak pendarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah.
Ø  Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila pendarahan tetap ada amaka dilakukan seksio sesar.
Ø  Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana pembukaan.


G.    Komplikasi

Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah pendarahan post partum dan syok karena kurang kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/ servik. Komplikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dnegan angka kematiancukup tinggi. 

Solusio Plasenta


A.    Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. Definisi yang lain dari Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang terletaknya normal pada fundus/ korpus uteri sebelum janin lahir.
Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:
·           Sistem I Berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan:
Ø  Kelas 0: Asimptomatik.
Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.
Ø  Kelas 1: Gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48% kasus.
Gejala meliputi: mulai dari tidak adanya pendarahan pervaginam sampai pendarahan pervaginam ringan; uterus sedikit tegang; tekanan darah dan denyut jantung maternal normal; tidak ada koagulopati; dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
Ø  Kelas 2: Gejala klinis sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Pendarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada; ketegangan uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik; takikardi maternal dengan perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung; terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150-250 mg/ dl).
Ø  Kelas 3: Gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Pendarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat; uterus tetanik dan sangat nyeri; syok maternal; hipofibrinogenemi ( <150 mg/ dl); koagulopati serta kematian janin.
·           Sistem II berdasarkan ada atau tidaknya pendarahan pervaginam:
Ø  Solusio plasenta yang nyata/ tampak (revealed)
Terjadinya pendarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan utersu, atau hanya ringan.
Ø  Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)
Tidak terdapat pendarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering disebut Pendarahan Retroplasental.
Ø  Solusio plasenta tipe campuran (mixed)
Terjadi pendarahan baik retroplasental atau pervaginam; uterus tetanik.
·           Sistem III Berdasarkan jumlah pendarahan yang terjadi
Ø  Solusio plasenta ringan:
Pendarahan pervaginam <100 ml.
Ø  Solusio plasenta sedang:
Pendarahan pervaginam 100-500 ml, hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress.
Ø  Solusio plasenta berat:
Pendarahan pervaginam luas >500 ml, uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.
·           Sistem IV  Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus
Ø  Solusio plasenta ringan:
Plasenta yang kurang dari ¼ bagian bagian plasenta yang terlepas. Pendarahan kurang dari 250 ml.
Ø  Solusio plasenta sedang:
Plasenta yang terlepas ¼ - ½ bagian. Pendarahan <1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta.
Ø  Solusio plasenta berat:
Plasenta yang terlepas > ½ bagian, pendarahan >1000 ml, terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta koagulopati.

B.     Etiologi
Belum diketahui dengan jelas. Namun terdapat beberapa keadaan tertentu yang menyertai: hipertensi, riwayat trauma, kebiasaan merokok, usia ibu < 20 atau > 35 tahun, multiparitas, tali pusat yang pendek, difisiensi asam folat, pendarahan retroplasenta, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

C.    Patofisiologi
Pendarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uetrus yang membentuk hematoma di desidua, sehaingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Pendarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang dan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan pendarahan. Akibatnya, hematoma retroplasenta akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban dan keluar melalui vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau ekstravasasi di antara serabut-serabut otot-otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berwarna biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus couvelaire.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.

D.    Gambaran Klinis
1.      Solusio plasenta ringan
·           salah satu tanda kecurigaan solusio plasenta adalah pendarahan pervaginam yang kehitam-hitaman, berbeda dengan pendarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar.
2.      Solusio plasenta sedang
·           Plesenta telah terlepas ¼ - ½ bagian.
·           Walaupun pendarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahan-nya mungkin telah mencapai 1000 ml.
·           Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar teraba.
·           Apabila janin masih hdup, bunyi jantungnya sulit didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik.
·           Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada, dan persalinan akan selesai dalam 2 jam.
·           Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat.
3.      Solusio plasenta berat
·           Plasenta telah terlepas lebih dari ½ permukaannya.
·           Dapat terjadi syok, dan janin meninggal.
·           Uterus tegang seperti papan, dan sangat nyeri.

E.     Diagnosis
·           Diagnosis solusio kadang sukar ditegakkan.
·           Penderita biasanya datang dengan gejala klinis:
ü  Pendarahan pervaginam (80%)
ü  Nyeri abdomen atau pinggang dan nyeri tekan uterus (70%)
ü  Gawat janin (60%)
ü  Kelainan kontraksi uterus (35%)
ü  Kelahiran prematur idiopatik (25%)
ü  Dan kematian janin (15%).
·           Syok yang terjadi kadang tidak sesuai dengan banyak pendarahan.
·           Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis banding solusio plasenta antara lain:
ü  Hitung sel darah lengkap
ü  Fibrinogen
ü  Waktu prothtombin/ waktu tromboplastin parsial teraktifitasi untuk mengetahui terjadinya DIC
ü  Nitrogen urea/ kreatinin dalam darah
ü  Kleithauer-Betke test untuk mendeteksi adanya sel darah meraj janin di dalam sirkulasi ibu.
·           Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) membantu menentukan lokasi plasenta (untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta previa). Saat ini lebih dari 50% pasien yang diduga mengalami solusio plasenta dapat teridentifikasi melalui USG.
·           Hematom retroplasentar dapat dikenali sekitar 2-15% dari semua solusio plasenta. Pengenalan hematoma tergantung pada derajat hematoma
(besar dan lamanya) serta keahlian operator.
·           Pemeriksaan histologik, setelah plasenta dikeluarkan dpat memperlihatkan hematoma retroplasentar.
·           Penemuan lain yang mungkin adalah adanya ekstrvasasi darah ke myometrium, yang tampak sebagai bercak ungu pada tunika serosa uterus yang dikenal sebagai Uteri Couvelaire.
·           Secara klinis diketahui dari adanya nyeri dan tegang pada uterus.
·           Diagnosis banding lain pendarahan pada trimester ketiga selain plasenta previa adalah vasa previa, teruma vaginal, serta keganasan (jarang).

F.     Komplikasi
Komplikasi yang terjadi baik pada ibu maupun janin.
·         Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu antara lain:
Ø  Pendarahan baik antepartum, intrapartum, maupun post-partum
Ø  Koagulopati komsumtif, DIC; solusio plasenta merupakan penyebab koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.
Ø  Utero-renal reflek
Ø  Ruptur uteri
·         Komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara lain:
Ø  Hipoksi, anemi, retardasi pertumbuhan, kelainan susanan saraf pusat, dan kematian janin.

G.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bervariasi tergantung kondisi/ status ibu dan janin. Pendarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio palsenta.

H.    Pengelolaan
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirawat dirumah sakit karena memerlukan monitoring yang lengkap, baik dalam kehamilan maupun persalinan. Pengelolaan pada solusio plasenta adalah sebagai berikut:
·         Tidak terdapat renjatan: Usia gestasi kurang dari 36 minggu/ taksiran berat fetus kurang 2500 gr:
Ø  Solusio plasenta ringan dilakukan pengelolaan secara ekspektatif meliputi tirah baring
ü  Sedatif
ü  Mengatasi anemia
ü  Monitoring keadaan janin dengan kardiotokografi dan USG
ü  Serta menunggu persalinan spontan
Ø  Aktif dengan mengakhiri kehamilan bila:
ü  Keadaan memburuk
ü  Pendarahan berlangsung terus
ü  Kontraksi uterus berlangsung
ü  Dapat mengancam ibu/ janin:
ü  Partus pervaginam (amniotomioksitosin infus)
ü  Seksio sesaria bila pelviks skor < 5 atau persalinan > 6 jam.
Ø  Sedang/ berat:
ü  Resusiatasi cairan
ü  Atasi anemi (transfusi darah)
ü  Partus pervaginam: bila diperkirakan partus dapat berlangsung dalam 6 jam (Amniotomi dan oksitosin).
ü  Partus per abdominal: bila partus pervaginam diperkirakan tidak dapat berlangsung dalam 6 jam.
·         Tidak terdapat renjatan: Usia getasi 37 minggu atau lebih/ taksiran berat fetus 2500 gram.
Ø  Solusio plasenta ringan/ sedang/ berat: partus per abdominal, bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.
·         Terdapat renjatan:
Ø  Atasi renjatan, resusitasi cairan dan tranfusi darah
ü  Bila ada renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal.
ü  Bila renjatan dapat teratasi, pertimbangkan untuk partus perabdominal bila janin masih hidup atau bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama.

Komplikasi solusio plasenta pada ibu biasanya berhubungan dengan banyaknya darah yang hilang, gangguan pembekuan darah, infeksi, gagal ginjal akut, pendarahan post partum yang dosebabkan atonia uteri atau uterus couvelaire, reaksi tranfusi serta syok neurogenik oleh karena kesakitan.

Komplikasi pada janin berupa asfiksi, berat bayi lahir rendah, prematuritas dan infeksi. Disamping itu bayi yang lahir hidup dengan riwayat solusio plasenta mempunyai resiko 7x lebih sering mengalami cerebral palsy yang mungkin disebabkan anoksia.

Template by:

Free Blog Templates